posted by : Rina Catur Kristyana
sabtu, 23 maret 2013
Name : I Wayan Hari Sukmaranu
School : SMAN Bali Mandara ( SA )
Fasilitas Tak Layak
Batasi Siswa dalam Berprestasi
Lulusan siswa Indonesia yang mendapatkan pendidikan
selama kurun waktu 12 tahun tidak mampu menjukkan skillnya secara
aflikatif. Sekolah yang hanya memfokuskan terhadap penguasaan teori
menyebabkan banyak siswa Indonesia buta akan implementasinya. Meskipun
sudah ada landasan dalam meningkatkan kualitas serta mutu pendidikan,
namun masih banyak sekolah tidak mampu mengembangkan kemampuan serta
keterampilan siwanya. Banyak siswa berpotensi tidak mampu menggali
kemampuannya akibat kelayakan infrastruktur sekolah yang tidak memadai.
Sebagai sarana dalam mengaflikasikan teori, infrastruktur yang tidak
memenuhi kualitas standar akan dapat mempengaruhi prestasi yang dicapai
oleh siswanya.
Sebagai bentuk atas lemahnya fasilitas infrastruktur
sekolah, banyak siswa tidak mampu meraih prestasi yang seharusnya dapat
ia wujudkan. Seperti halnya kompetisi olimpiade fisika, kimia, biologi,
dan computer yang memerlukan experiment. Siswa yang sekolahnya
hanya menitikberatkan pada pembelajaran teori tidak mampu bersaing
dengan siswa yang mempunyai sekolah dengan kualitas infrastruktur yang
baik serta penyediaan materi yang cukup untuk mengikuti perlombaan
tersebut
Sebagai hasil perkembangan ilmu sains yang menuntut
pemikiran kritis serta aflikasi dari teori yang diberikan, persediaan
fasilitas laboratorium sangat diperlukan untuk menunjang tuntutan
tersebut. Sebagai tempat untuk melakukan uji coba, laboratorium adalah
salah satu bentuk dari sarana aflikatif. Namun, minimnya fasilitas yang
tersedia di daerah luar jangkau seperti Lombok Utara membuat siswa tidak
mampu mengimplementasikan teori yang telah ia dapatkan. Bahkan,
sebagian besar sekolah dasar dan menengah pertama di Indonesia tidak
mempunyai fasilitas tersebut untuk mendukung perkembangan siswa dalam
melakukan uji praktikum. Seperti halnya melakukan praktikum biology
untuk mengamati perkembangan serta pertumbuhan bakteria. Microskop
sebagai alat utamnya sangat diperlukan untuk melakukan praktik tersebut.
Namun, praktikum yang seharusnya sudah dapat dikuasai oleh siswa
sekolah dasar dan menengah pertama kini bahkan tidak mampu dilakukan
oleh banyak siswa SMA karena fasilitas sekolah yang belum memadai.
Sehingga, banyak dari mereka tidak mengetahui hasil dari pengamatan itu
dengan menggunakan mikroskop.
Kemajuan teknologi dan komunikasi yang menjadi bentuk
perkembangan era modern juga merupakan sorotan baru terhadap
perkembangan pendidikan dalam sebuah sekolah. Sebagai sarana informasi,
komputer yang menjadi salah satu bentuk kemajuan teknologi merupakan
media utama yang wajib dimiliki oleh setiap sekolah. Namun, fakta
menunjukkan bahwa masih banyak sekolah dasar hingga menengah ke atas di
daerah pelosok tidak mendapatkan semua hal itu. Pembelajaran seperti IT
yang seharusnya didapatkan sejak memulai pendidikan sekolah dasar harus
diulang untuk dibiasakan saat mereka menginjak SMA. Sebagai akibat dari
semua hal itu, banyak siswa tak mampu mengakses informasi lebih untuk
meningkatkan wawasan mereka.
Sebagai sarana pokok dalam sebuah pembelajaran,
perpustakaan juga jarang ditemukan dalam sebuah sekolah yang berada di
daerah pedesaan. Seperti halnya sekolah yang berada di sekitar kebun
Asian Agri yang berada di tiga provinsi, yakni Sumut, Riau, dan Jambi.
Tidak sekedar pedesaan, 72 % sekolah dasar dan 35 % siswa menengah
pertama di Indonesia tidak memiliki perpustakaan. Kalaupun terdapat
sekitar 38 % sekolah dasar dan 65 % sekolah menengah pertama memiliki
perpustakaan, namun pengelolaannya belum maksimal. Tempat yang menjadi
penyimpan ratusan bahkan ribuan buku itu tidak dihiraukan keberadaanya
oleh pihak sekolah dan pemerintah. Siswa yang membutuhkan banyak
tambahan ilmu menjadi pasif atas hal tersebut. Padahal, semua wawasan
baru yang diperlukan oleh para siswa dapat dijangkau melalui pembangunan
perpustakaan.
Menjadi pusat dalam setiap proses pembelajaran, ruang
kelas bahkan mempunyai kualitas tak layak untuk dijadikan ruang
pembelajaran. Atap serta dinding yang roboh seperti sekolah yang
terdapat di Bengkulu merupakan suatu bukti bahwa tidak adanya kepedulian
dari pemerintah untuk memperbaiki infrastruktur disana. Protes yang
diajukan oleh lembaga sekolah bahkan tidak menuai respon dari pihak
pemerintah. Semasih siswa dianggap mampu menggunakan bangunan tersebut,
pemerintah hanya melambaikan tangan untuk permasalahan itu. Dengan
adanya kondisi seperti ini, banyak siswa tidak mampu mengikuti
pembelajaran dengan baik akibat ketidaknyamanan yang ditimbulkan.
Melalui koordinasi yang baik antara pemerintah serta
pihak sekolah, maka akan dapat meningkatkan mutu pendidikan. Sebagai
lembaga pendidikan yang berdiri dibawah pemerintahan, sekolah
berhak mengajukan pendanaan kepada pemerintah. Menghindari adanya
kejahatan korupsi yang dilakukan oleh pihak sekolah terhadap dana yang
seharusnya digunakan untuk pembiayaan fasilitas sekolah juga merupakan
sebuah cara untuk memperbaiki kualitas infrastruktur sekolah. Tidak
sekedar itu, penggagasan program pelatihan manajemen perpustakaan, dan
fasilitas lainnya juga menjadi alternative baru untuk meningkatkan mutu
sekolah.
0 komentar:
Plaas 'n opmerking